Awal semester 2 tahun 2019, kami tersentak mendengar konsep “Modern Management System” yang diajukan oleh salah satu staf kami.
Pikiran kami mulai berputar, apa lagi ini? Sementara kami masih berbicara konsep millenial dimana mereka (new recruitment) menginginkan kebebasan dalam berekspresi, sekarang mereka mengajukan Modern Management System.
Tidak banyak buku yang membahas masalah ini, sehingga informasi yang mereka sampaikan masih bersifat tataran konsep bercampur ideologi mereka sendiri. Akhirnya, kami berinisiatif mengajak mereka bertemu dalam meeting informal. Supaya kami bisa menyerap informasi sebanyak-banyaknya dari mereka, terutama tentang bagaimana konsep ini dapat kita adopsi secara utuh untuk perusahaan.
Mudah …?
Ternyata tidak. Modern Management sangat bertolak belakang dengan sistem manajemen yang kita kenal selama ini, dimana ada posisi Manager, Supervisor dan Staf.
Konsep Modern Management System ini mengutip bahwa seorang staf berpeluang menjadi project manager dan memimpin suatu project. Sedangkan manajer yang secara struktur berwenang membawahinya, juga bisa menjadi subordinate atau bawahan sementara di staff.
Baca Juga: Leadership for Millenial Era
Tujuan dari konsep Modern Managament ini sangatlah jelas. Supaya setiap orang memiliki rasa ownership terhadap suatu pekerjaan atau target yang dipasang oleh manajemen.
Setelah beberapa kali pertemuan, debat kesana kemari untuk menyamakan frekuensi, kami menyepakati konsep Modern Management yang bersifat applicable untuk perusahaan.
Modern Management versi kami adalah :
1. Tim ingin dipercaya untuk memimpin project, apapun jabatan dan fungsi mereka, sepanjang mereka dapat mempresentasikan target project tersebut berikut untung ruginya
2. Tim ingin diberi kebebasan dalam menentukan anggota tim yang membantu mereka dalam menyelesaikan project tersebut, sekalipun itu adalah manajer mereka
3. Tim dengan senang hati akan membuat Objective Key Result atau milestones dalam mencapai target tersebut
4. Tim juga merasa bahwa mereka memiliki project tersebut, bukan karena tugas atau job desk, tapi lebih ke ownership. Sebab, apa gunanya kita bekerja kalau kerap kali hanya dijadikan tukang ketik saja. Kami ingin buah pikiran kami bisa menginspirasi anggota tim lain, agar mau bekerja dengan hati. Tidak hanya mengeksekusi apa kata orang, yang kita sendiri belum tentu paham bagaimana menerjemahkan secara benar.
Salah seorang staf kami mengungkapkan namanya adalah running by ideas. Artinya, kita eksekusi project ini secara penuh sesuai gagasan team leader yang notabene pemilik ide, dan didukung sepenuhnya oleh jajaran manajemen.
Lalu Bagaimana Peran Struktural yang Sudah Ada?
Misalnya, mulai dari peran sebagai CTO, Manager, dan Supervisor? Apakah mereka kehilangan fungsi dan tanggung jawabnya? Menurut kami TIDAK. Karena pada kenyataannya, mereka tetap memiliki fungsi dan tanggung jawab penting, diantaranya:
1. Advisor bagi Project Manager
2. Orang tua dalam tim yang membantu mereka berkreasi dengan ide dan gagasannya
3. Mengarahkan apabila ada yang kurang tepat dan menegur bila ada yang tidak pas
4. Memberi masukan apabila mereka merasa buntu ide dan solusi
Pada akhirnya, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik walaupun harus terjadi komunikasi lintas generasi. Yaitu, antara generasi senior yang merasa bahwa junior kurang memiliki referensi dan jam terbang yang cukup dalam mengelola target besar perusahaan.
Baca Juga: 5 Strategi Memimpin Karyawan Millenial secara Efektif
Di sisi lain, generasi muda menginginkan lebih dari sekedar job desk dan target, tapi kepercayaan untuk menelurkan sebuah ide/ gagasan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan dan diri sendiri.
Sikap anak bangsa seperti inilah yang harus kami apresiasi dengan baik, supaya mereka tumbuh menjadi generasi yang optimis dan siap menerima tantangan.
Penulis: Puguh Bayu, CEO Inspire Management Consultant
Email: puguh@inspire.co.id